Sabtu, 22 September 2012

pengertian limbah b3


Pengertian B3
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya.Tujuan pengelolaan limbah B3Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangipencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.Identifikasi limbah B3

Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
1.   Berdasarkan sumber
2.   Berdasarkan karakteristik
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:
·         Limbah B3 dari sumber spesifik;
·         Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
·         Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:
·         mudah meledak;
·         pengoksidasi;
·         sangat mudah sekali menyala;
·         sangat mudah menyala;
·         mudah menyala;
·         amat sangat beracun;
·         sangat beracun;
·         beracun;
·         berbahaya;
·         korosif;
·         bersifat iritasi;
·         berbahayabagi lingkungan;
·         karsinogenik;
·         teratogenik;
·         mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
·         mudah meledak;
·         mudah terbakar;
·         bersifat reaktif;
·         beracun;
·         menyebabkan infeksi;
·         bersifat korosif.
Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih sangat kurang di negara ini.
Pengelolaan dan pengolahan limbah B3
Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan.
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (www.menlh.go.id/i/art/pdf_1054679307.pdf)
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
·         Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
1.   daerah bebas banjir;
2.   jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
1.   daerah bebas banjir;
2.   jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;
3.   jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m;
4.   jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;
5.   dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m.
·         Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1.   sistem kemanan fasilitas;
2.   sistem pencegahan terhadap kebakaran;
3.   sistem pencegahan terhadap kebakaran;
4.   sistem penanggulangan keadaan darurat;
5.   sistem pengujian peralatan;
6.   dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan.
·         Penanganan limbah B3 sebelum diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
·         Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:
1.   proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2.   proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.
3.   proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir
4.   proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.
·         Hasil pengolahan limbah B3
Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup

Sabtu, 27 November 2010

manfaat dan kerugian pltu cilacap






ManfaatdanKerugian PLTU Cilacap
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara memiliki dua reputasi yang saling bertolak belakang. Di satu pihak PLTU batubara mempunyai reputasi baik karena mampu memproduksi listrik dengan biaya paling murah dibandingkan sistim pembangkit listrik lainnya. Biaya operasi PLTU batubara kuranglebih 30 % lebih rendah dibandingkan sistim pembangkitlistrik yang lain. Namun di lain pihak, PLTU batubara juga mempunyai reputasi buruk karena merupakan sumber pencemar utama terhadapat mosfer kita. Selama ini reputasi bahan bakar fosil, terutama batubara, memang sangat buruk apabila dikaitkan dengan masalah pencemaran lingkungan seperti yang baru-baruiniterjadi di cilacapterkaitdengan flay ash batubara yang beterbangan kerumah penduduk disekitar penampungan flay ash batubara. Walaupun stasiun pembangkit listrik batubara saat ini telah menggunakan alat pembersih endapan (presipitator) untuk membersihkan partikel-partikel kecil dari asap pembakaran batubara, namun hal yang harus sangat diperhatikan adalah senyawa-senyawa seperti Sox dan NOx yang berbentuk gas dengan bebasnya naik melewati cerobong dan terlepas ke udara bebas. Kedua gas tersebut dapat bereaksi dengan uap air yang ada di udara sehingga membentuk H2SO4 (asamsulfat) dan HNO3 (asamnitrat). Keduanya dapat jatuh bersama-sama air hujan sehingga mengakibatkan terjadinya hujan asam. Berbagai kerusakan lingkungan serta gangguan terhadap kesehatan dapat muncul karena terjadinya hujan asam tersebut. Keasaman Air Fenomena hujanasam sebetulnya sudah dikenali oleh para pemerhati lingkungan sejak tahun 1950-an. Namun masalahnya menjadi bertambah parah seiring dengan semakin meningkatnya permintaan energy listrik yang disuplai melalui PLTU batubara. Masalah hujan asam mungkin akan merupakan masalah lingkungan jangka panjang yang teramat serius. Hujan asam bias juga  menjadi isu politik besar terutama karena sumber asal dan para korbannya sering berada di tempat yang berbeda. Bahan pencemar NOx dan Sox dapat bergerak terbawa udara hingga ratusan bahkan ribuan kilometer, mencapai lintas batas antarnegara. Dalam keadaan udara bersih, air hujan bersifat agak asam dengan derajad keasaman (pH) 5,6. Penyebab keasaman ini adalah adanya senyawa carbondioksida (CO2), suatu senyawa alamiah penyusun udara yang dalam air hujan membentuk asam lemah. Senyawa ini dikeluarkan baik oleh manusia, hewan maupun tanaman melalui sistim pernafasan. Air hujan dikatagorikan sebagai asam apabila nilai pH-nya di bawah 5,6. Air untuk konsumsi manusia harus memiliki nilai pH antara 6-9. Asam dalam air hujan menambah kemampuan air itu untuk melarutkan dan membawa lebih banyak logam-logam berat keluar dari tanah, seperti merkuri (Hg) dan aluminium (Al). Air asam ini juga dapat melarutkan tembaga (Cu) dan timbal (Pb) dari pipa-pipa logam untuk menyalurkan air.

Peristiwa ini tentu saja akan mengganggu persediaan air untuk konsumsi manusia. Air dengan pH 5 menyebabkan beberapa ikan tidak mampu berkembangbiak. Pada pH sekitar 4,5, ikan lenyap dari perairan. Sedang pada pH 4, perairan menjadi tanpa kehidupan. Pada pH mendekati 3, daun Tanaman menjadi rusak. Di berbagai belahan dunia, manusia mulai semakin menyadari perlunya menyelamatkan lingkungan hidup. Tindakan-tindakan protektifkini sedang digiatkan untuk melindungi sumber-sumber alam yang takternilai harganya ini dari kehancuran total. Dewasa ini manusia di berbagai belahan dunia mulai sadarakan perlunya menyelamatkan Lingkungan dengan cara mereduksi maupun menjinakkan polutan-polutan yang terlepaske lingkungan. Beberapa negara maju telah mengeluarkan peraturan sangat ketat dan menanamkan investasi cukup besar dalam rangka mengurangi polusi udara dari gas buang. Untuk penyelesaian jangka panjang, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menghindari terjadinya hujan asam adalah dengan menghentikan sumber hujan asam tersebut